Sabtu, 14 Januari 2012

TUJUAN, KONSEP/ MODEL EVALUASI KURIKULUM BESERTA TINJAUANNYA


TUJUAN, KONSEP/ MODEL EVALUASI KURIKULUM BESERTA TINJAUANNYA

A. Tujuan Evaluasi Kurikulum
    Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan, indikator kinerja yang akan dievaluasi yaitu efektivitas program. Dalam arti luas evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari beberapa aspek yaitu efektivitas, relevansi, efisiensi, dan kelayakan (feasibility) program. Evaluasi dalam pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk keperluan:
1.      Perbaikan program
Evaluasi bersifat konstruktif karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan pengembangan program kurikulum. Jadi evaluasi dipandang sebagai tolak ukur hasil pengembangan sistem.
2.      Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak
Selama dan terutama pada fase pengembangan kurikulum diperlukan pertanggungjawaban sosial, ekonomi, dan moral berupa kekuatan dan kelemahan kurikulum serta upaya untuk mengatasinya dari berbagai pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum dan yang menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan.
3.      Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan. Pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada? Pertanyaan yang kedua dirasakan lebih konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral, maupun teknis. Jadi untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan adanya kegiatan evaluasi.

B. Beberapa Konsep/ Model Evaluasi
1.      Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektivitas antara dua atau lebih program/ metode pendidikan. Objek evaluasi dititikberatkan pada hasil belajar dalam aspek kognitif dan diukur dengan alat evaluasi yang objektif dan dapat dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah data objektif khususnya skor hasil tes. Pendekatan/ cara-cara yang ditempuh dalam kegiatan evaluasi dengan:
a.       Menempatkan ‘kedudukan’ setiap siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
b.      Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program/ metode pengajaran yang berbeda-beda, melalui analisis secara kuantitatif.
c.       Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang berbentuk objektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang valid.
2.      Congruence
Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauhmana perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan. Objek evaluasi dititikberatkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik, maupun nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah data objektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/ cara-cara berikut.
a.       Menggunakan prosedur pre- and post- assessment dengan menempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut: penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi.
b.      Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.
c.       Teknik evaluasi mencakup tes dan teknik-teknik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam tujuan.
d.      Kurang menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua atau lebih program.
3.      Illumination
Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai: pelaksanaan program, pengaruh faktor lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahan program serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih didasarkan pada judgement (pertimbangan) yang hasilnya diperlukan untuk menyempurnakan program. Objek evaluasi mencakup latar belakang dan perkembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar dan kesulitan-kesulitan yang dialami. Jenis data yang dikumpulkan berupa data subjektif (judgement data). Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/ cara-cara berikut.
a.       Menggunakan prosedur yang disebut progressive focusing dengan langkah-langkah pokok: orientasi, pengamatan yang lebih terarah, analisis sebab-akibat.
b.      Bersifat kualitatif-terbuka, dan fleksibel-eklektif.
c.       Teknik evaluasi mencakup observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.
4.      Educational System Evaluation
Evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performance setiap dimensi program dan kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan judgement. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Objek evaluasi mencakup input (bahan, rencana, peralatan), proses, dan hasil yang dicapai dalam arti yang lebih luas. Jenis data yang dikumpulkan berupa data objektif dan subjektif (judgement data). Cara-cara/ pendekatan yang ditempuh dalam kegiatan evaluasi yaitu dengan:
a.       Membandingkan performance setiap dimensi program dengan kriteria internal.
b.      Membandingkan performance program dengan menggunakan kriteria eksternal yaitu performance program yang lain.
c.       Teknik evaluasi mencakup tes, observasi, wawancara, angket, dan analisis dokumen.

C. Tinjauan Masing – Masing Konsep/ Model
1.      Measurement
Konsep measurement menekankan pentingnya objektivitas dalam proses evaluasi yang dijadikan landasan dalam mengembangkan konsep dan sistem evaluasi kurikulum. Di samping itu, pendekatan yang digunakan oleh konsep ini masih sangat besar pengaruhnya dan dirasakan faedahnya dalam berbagai kegiatan pendidikan, seperti seleksi dan klasifikasi siswa, pemberian nilai di sekolah, dan kegiatan penelitian pendidikan. Kelemahan konsep ini terletak pada penekanannya yang berlebih-lebihan pada aspek pengukuran dalam kegiatan evaluasi pendidikan. Aspek pengukuran memang diperlukan dalam proses evaluasi, tapi tidak dimaksudkan untuk menggantikan proses evaluasi itu sendiri: “Measurement is not evaluation, but it can provide useful data for evaluation.” Dalam evaluasi hasil belajar, misalnya kita tidak dapat mengelakkan penggunaan alat pengukuran hasil belajar untuk menghasilkan data yang diperlukan dalam pemberian judgement selanjutnya mengenai hasil belajar yang telah dicapai.
Konsekuensinya, evaluasi cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari program pendidikan yang ‘dapat diukur’, terutama hasil belajar yang bersifat kognitif. Hasil belajar yang bersifat kognitif bukanlah merupakan satu-satunya indikator bagi keberhasilan kurikulum. Sebagai wahana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri siswa, tidak terbatas hanya pada potensi di bidang kognitif. Di samping itu, peranan evaluasi yang diharapkan akan dapat memberikan input bagi penyempurnaan program dalam setiap tahap, menjadi kurang dapat terpenuhi dengan dibatasinya evaluasi pada pengukuran hasil belajar saja, apalagi hanya ditekankan pada bidang kognitif.
2.      Congruence
Konsep congruence memperlihatkan adanya “high degree of integration with the instructional process”. Dengan mengkaji efektivitas kurikulum dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, akan memberikan balikan kepada pengembang kurikulum tentang tujuan-tujuan mana yang sudah dan yang belum dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh tidak bersifat relatif karena selalu dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai kriteria perbandingan.
Kelemahan dari konsep ini terletak pada ruang lingkup evaluasinya. Sekalipun tujuan evaluasi diarahkan pada kepentingan penyempurnaan program kurikulum, tapi konsep ini tidak menjadikan input dari proses pelaksanaan sebagai objek langsung evaluasi. Yang dijadikan perhatian oleh konsep ini adalah hubungan antara tujuan dan hasil belajar. Faktor-faktor penting yang terdapat diantara tujuan dan hasil yang dicapai kurang mendapat perhatian, padahal dimensi yang perlu disempurnakan yaitu input dan proses belajar-mengajar, yang keseluruhannya akan menciptakan suatu tipe pengalaman belajar tertentu. Pelaksanaan evaluasi dari konsep ini terjadi pada saat kurikulum sudah selesai dilaksanakan, dengan jalan membandingkan antara hasil pretest dan posttest.
Sebagai akibatnya informasi yang dihasilkan hanya dapat menjawab pertanyaan tentang tujuan-tujuan mana yang telah dan yang belum dapat dicapai. Pertanyaan tentang mengapa tujuan-tujuan tertentu belum dapat dicapai, sukar untuk dapat dijawab melalui informasi perbedan pretest dan posttest. Jadi pendekatannya menghasilkan suatu teknik evaluasi yang sifatnya terminal/ postfacto yang membantu pengembang kurikulum dalam menentukan bagian-bagian mana dari program yang masih lemah, tapi kurang membantu di dalam mencari jawaban tentang segi-segi apanya yang masih lemah dan bagaimana kemungkinan mengatasi kelemahan tersebut. Namun konsep ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan konsep evaluasi kurikulum, khususnya dalam usaha:
a.       Menghubungkan hasil belajar dengan tujuan-tujuan pendidikan sebagai kriteria perbandingan; dan
b.      Memperkenalkan sistem pengolahan hasil evaluasi secara bagian demi bagian, yang ternyata lebih relevan dengan kebutuhan pengembangan kurikulum.
3.      Illumination
Konsep illumination menekankan pentingnya dilakukan evaluasi yang berkelanjutan selama proses pelaksanaan kurikulum sedang berlangsung. Gagasan yang terkandung di dalam konsep ini memang penting dan menunjang proses penyempurnaan kurikulum, karena pihak pengembang kurikulum akan memperoleh informasi yang cukup terintegrasi sebagai dasar untuk mengoreksi dan menyempurnakan kurikulum yang sedang dikembangkan. Di samping itu, jarak antara pengumpulan data dan laporan hasil evaluasi cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan pada waktunya.
Kelemahan konsep ini terletak pada teknik pelaksanaannya. Pertama, kegiatan evaluasi tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria yang jelas sebagai dasar bagi pelaksanaan dan penyimpulan hasil evaluasi. Ini dapat mengakibatkan bahwa sejumlah segi-segi yang penting kurang mendapat perhatian, karena evaluator hanyut dalam mengamati segi-segi tertentu yang menarik perhatiannya. Kedua, objektivitas dari evaluasi yang dilakukan perlu dipersoalkan. Persoalan objektivitas evaluasi inilah yang justru dipandang sebagai salah satu kelemahan yang penting dari konsep ini. Di samping konsep ini lebih menitikberatkan penggunaan judgement dalam proses evaluasi, juga terdapat adanya kecenderungan untuk menggunakan alat evaluasi yang ‘terbuka’ dalam arti kurang spesifik/ berstruktur. Di samping kedua kelemahan di atas, konsep ini juga tidak menekankan pentingnya evaluasi terhadap bahan-bahan kurikulum selama bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan. Dengan kata lain, evaluasi yang diajukan oleh konsep ini lebih berorientasi pada proses dan hasil yang dicapai oleh kurikulum yang bersangkutan.
4.      Educational System Evaluation
Ditinjau dari segi hakikat dan ruang lingkup evaluasi, konsep ini memperlihatkan banyak segi-segi yang positif untuk kepentingan proses pengembangan kurikulum. Ditekankannya peranan kriteria (absolut maupun relatif) dalam proses evaluasi sangat penting artinya dalam memberikan ciri-ciri khas bagi kegiatan evaluasi. Tanpa kriteria kita tidak akan dapat menghasilkan suatu informasi yang menunjukkan ada tidaknya kesenjangan (discrepancy), sedangkan informasi semacam inilah yang diharapkan dari hasil evaluasi. Sehubungan dengan ruang lingkup evaluasi, konsep ini mengemukakan perlunya evaluasi itu dilakukan terhadap berbagaai dimensi program, tidak hanya hasil yang dicapai, tapi juga input dan proses yang dilakukan tahap demi tahap. In penting sekali agar penyempurnaan kurikulum dapat dilakukan pada setiap tahap sehingga kelemahan yang masih terlihat pada suatu tahap tertentu tidak sampai dibawa ke tahap berikutnya.
Suatu bagian dari konsep ini yang kiranya dapat dipandang sebagai kelemahan adalah mengenai pandangannya tentang evaluasi untuk menyimpulkan kebaikan program secara menyeluruh. Ada dua persoalan yang perlu mendapatkan penegasan dari konsep ini, yang pertama menyangkut segi teknis dan yang kedua menyangkut segi strategis. Persoalan teknis berkenaan dengan prosedur yang ditempuh dalam membandingkan hasil antara kurikulum yang baru dan kurikulum yang ada. Pengalaman-pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa studi perbandingan semacam ini pada umumnya berakhir dengan kesimpulan ‘tidak adanya perbedaan yang berarti.’
Persoalan strategis menyangkut persoalan ‘nasib’ dari kurikulum yang baru tersebut bila hasil perbandingan yang dilakukan menunjukkan ‘perbedan yang tidak berarti.’ Bila hal itu terjadi, apakah kita aka ‘menarik kembali’ kurikulum yang baru tersebut untuk kembali ke kurikulum yang ada ataukah mengembangkan kurikulum baru yang lain lagi? Bagaimanakah hal ini dapat dipertanggungjawabkan dari segi biaya yang telah dikeluarkan maupun dari segi siswa-siswa yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama bertahun-tahun? Kedua persoalan di atas itulah yang terdapat dan belum dapat dibahas secara tuntas di dalam konsep ini. Secara keseluruhan, konsep educational system evaluation ini relevan dengan peranan evaluasi di dalam proses pengembangan kurikulum dan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang terkandung di dalam konsep-konsep yang terdahulu.

D. Model yang Disarankan
Ketepatan suatu model tak dapat dilepaskan dari tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan evaluasi yang kita adakan. Setiap model, termasuk model yang keempat (educational system evaluation) memiliki kekuatan dan kelemahan ditinjau dari berbagai segi. Sehubungan dengan itu, berkenaan dengan model mana yang akan disarankan, dikemukakan hal-hal sebagai berikut.
1.      Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kurikulum yang sedang dikembangkan, model educational system evaluation, tampaknya merupakan model yang paling tepat. Kelemahan masing-masing model yang lain dapat ditanggulangi oleh model yang keempat ini.
2.      Terlepas dari kenyataan tersebut, untuk mencapai tujuan evaluasi yang bersifat khusus, ketiga model yang lain pun masih dapat memberikan sumbangan:
a.       Untuk keperluan seleksi dan klasifikasi siswa serta membandingkan efektifiyas kurikulum yang baru dengan kurikulum yang ada, model measurement tepat untuk digunakan.
b.      Untuk mengkaji efektivitas pembelajaran yang telah dilakukan dan untuk menetapkan tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan pembelajaran, model congruence tergolong ampuh untuk digunakan.
c.     Akhirny a, bila kita ingin memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang proses pelaksanaan kurikulum beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, model illumination akan sangat membantu.
 Sumber:
Susilana, Rudi. (2006). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Kurtekpend

Tidak ada komentar:

Posting Komentar