TUJUAN, KONSEP/ MODEL EVALUASI
KURIKULUM BESERTA TINJAUANNYA
A. Tujuan
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa
tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum
yang bersangkutan, indikator kinerja yang akan dievaluasi yaitu efektivitas program.
Dalam arti luas evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja
kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari beberapa aspek yaitu efektivitas,
relevansi, efisiensi, dan kelayakan (feasibility) program. Evaluasi dalam
pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk keperluan:
1. Perbaikan program
Evaluasi bersifat konstruktif karena informasi
hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan pengembangan program kurikulum.
Jadi evaluasi dipandang sebagai tolak ukur hasil pengembangan sistem.
2. Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak
Selama dan terutama pada fase pengembangan
kurikulum diperlukan pertanggungjawaban sosial, ekonomi, dan moral berupa
kekuatan dan kelemahan kurikulum serta upaya untuk mengatasinya dari berbagai
pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum dan yang menjadi
konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan.
3. Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat
berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan. Pertama, apakah kurikulum baru
tersebut akan atau tidak akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada? Kedua,
dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru
tersebut akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada? Pertanyaan yang kedua
dirasakan lebih konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi sosial,
ekonomi, moral, maupun teknis. Jadi untuk menghasilkan informasi yang
diperlukan dalam menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan adanya
kegiatan evaluasi.
B. Beberapa Konsep/ Model Evaluasi
1.
Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku
siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi
digunakan untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan
efektivitas antara dua atau lebih program/ metode pendidikan. Objek evaluasi
dititikberatkan pada hasil belajar dalam aspek kognitif dan diukur dengan alat
evaluasi yang objektif dan dapat dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam
evaluasi adalah data objektif khususnya skor hasil tes. Pendekatan/ cara-cara
yang ditempuh dalam kegiatan evaluasi dengan:
a. Menempatkan ‘kedudukan’ setiap siswa dalam
kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
b. Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih
kelompok yang menggunakan program/ metode pengajaran yang berbeda-beda, melalui
analisis secara kuantitatif.
c. Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang
berbentuk objektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi
yang valid.
2.
Congruence
Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan
kesesuaian atau congruence antara
tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauhmana
perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam
rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi
kepada pihak-pihak di luar pendidikan. Objek evaluasi dititikberatkan pada
hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik, maupun nilai dan sikap.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data objektif khususnya skor hasil tes.
Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/ cara-cara berikut.
a. Menggunakan prosedur pre- and post- assessment
dengan menempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut: penegasan tujuan,
pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi.
b. Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian
demi bagian.
c. Teknik evaluasi mencakup tes dan teknik-teknik
evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang
terkandung dalam tujuan.
d. Kurang menyetujui diadakannya evaluasi
perbandingan antara dua atau lebih program.
3.
Illumination
Evaluasi
pada dasarnya merupakan studi mengenai: pelaksanaan program, pengaruh faktor
lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahan program serta pengaruh
program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih didasarkan pada judgement (pertimbangan) yang hasilnya
diperlukan untuk menyempurnakan program. Objek evaluasi mencakup latar belakang
dan perkembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar dan
kesulitan-kesulitan yang dialami. Jenis data yang dikumpulkan berupa data
subjektif (judgement data). Dalam
kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/ cara-cara berikut.
a. Menggunakan prosedur yang disebut progressive focusing dengan
langkah-langkah pokok: orientasi, pengamatan yang lebih terarah, analisis
sebab-akibat.
b. Bersifat kualitatif-terbuka, dan
fleksibel-eklektif.
c. Teknik evaluasi mencakup observasi, wawancara,
angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.
4.
Educational System Evaluation
Evaluasi
pada dasarnya adalah perbandingan antara performance setiap dimensi program dan
kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan judgement. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program
dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Objek evaluasi mencakup input
(bahan, rencana, peralatan), proses, dan hasil yang dicapai dalam arti yang
lebih luas. Jenis data yang dikumpulkan berupa data objektif dan subjektif (judgement data). Cara-cara/ pendekatan
yang ditempuh dalam kegiatan evaluasi yaitu dengan:
a. Membandingkan performance setiap dimensi program
dengan kriteria internal.
b. Membandingkan performance program dengan
menggunakan kriteria eksternal yaitu performance program yang lain.
c. Teknik evaluasi mencakup tes, observasi,
wawancara, angket, dan analisis dokumen.
C. Tinjauan Masing – Masing Konsep/ Model
1.
Measurement
Konsep
measurement menekankan pentingnya
objektivitas dalam proses evaluasi yang dijadikan landasan dalam mengembangkan
konsep dan sistem evaluasi kurikulum. Di samping itu, pendekatan yang digunakan
oleh konsep ini masih sangat besar pengaruhnya dan dirasakan faedahnya dalam
berbagai kegiatan pendidikan, seperti seleksi dan klasifikasi siswa, pemberian
nilai di sekolah, dan kegiatan penelitian pendidikan. Kelemahan konsep ini
terletak pada penekanannya yang berlebih-lebihan pada aspek pengukuran dalam
kegiatan evaluasi pendidikan. Aspek pengukuran memang diperlukan dalam proses
evaluasi, tapi tidak dimaksudkan untuk menggantikan proses evaluasi itu
sendiri: “Measurement is not evaluation,
but it can provide useful data for evaluation.” Dalam evaluasi hasil
belajar, misalnya kita tidak dapat mengelakkan penggunaan alat pengukuran hasil
belajar untuk menghasilkan data yang diperlukan dalam pemberian judgement
selanjutnya mengenai hasil belajar yang telah dicapai.
Konsekuensinya,
evaluasi cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari program pendidikan yang
‘dapat diukur’, terutama hasil belajar yang bersifat kognitif. Hasil belajar
yang bersifat kognitif bukanlah merupakan satu-satunya indikator bagi
keberhasilan kurikulum. Sebagai wahana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan,
kurikulum diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri
siswa, tidak terbatas hanya pada potensi di bidang kognitif. Di samping itu,
peranan evaluasi yang diharapkan akan dapat memberikan input bagi penyempurnaan
program dalam setiap tahap, menjadi kurang dapat terpenuhi dengan dibatasinya
evaluasi pada pengukuran hasil belajar saja, apalagi hanya ditekankan pada
bidang kognitif.
2.
Congruence
Konsep
congruence memperlihatkan adanya “high degree of integration with the
instructional process”. Dengan mengkaji efektivitas kurikulum dalam
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, akan memberikan balikan kepada
pengembang kurikulum tentang tujuan-tujuan mana yang sudah dan yang belum
dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh tidak bersifat relatif karena selalu
dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai kriteria perbandingan.
Kelemahan
dari konsep ini terletak pada ruang lingkup evaluasinya. Sekalipun tujuan
evaluasi diarahkan pada kepentingan penyempurnaan program kurikulum, tapi konsep
ini tidak menjadikan input dari proses pelaksanaan sebagai objek langsung
evaluasi. Yang dijadikan perhatian oleh konsep ini adalah hubungan antara
tujuan dan hasil belajar. Faktor-faktor penting yang terdapat diantara tujuan
dan hasil yang dicapai kurang mendapat perhatian, padahal dimensi yang perlu
disempurnakan yaitu input dan proses belajar-mengajar, yang keseluruhannya akan
menciptakan suatu tipe pengalaman belajar tertentu. Pelaksanaan evaluasi dari
konsep ini terjadi pada saat kurikulum sudah selesai dilaksanakan, dengan jalan
membandingkan antara hasil pretest
dan posttest.
Sebagai
akibatnya informasi yang dihasilkan hanya dapat menjawab pertanyaan tentang
tujuan-tujuan mana yang telah dan yang belum dapat dicapai. Pertanyaan tentang
mengapa tujuan-tujuan tertentu belum dapat dicapai, sukar untuk dapat dijawab
melalui informasi perbedan pretest dan posttest. Jadi pendekatannya
menghasilkan suatu teknik evaluasi yang sifatnya terminal/ postfacto yang membantu pengembang kurikulum dalam menentukan
bagian-bagian mana dari program yang masih lemah, tapi kurang membantu di dalam
mencari jawaban tentang segi-segi apanya yang masih lemah dan bagaimana
kemungkinan mengatasi kelemahan tersebut. Namun konsep ini telah memberikan
sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan konsep evaluasi kurikulum,
khususnya dalam usaha:
a. Menghubungkan hasil belajar dengan tujuan-tujuan
pendidikan sebagai kriteria perbandingan; dan
b. Memperkenalkan sistem pengolahan hasil evaluasi
secara bagian demi bagian, yang ternyata lebih relevan dengan kebutuhan
pengembangan kurikulum.
3.
Illumination
Konsep
illumination menekankan pentingnya
dilakukan evaluasi yang berkelanjutan selama proses pelaksanaan kurikulum
sedang berlangsung. Gagasan yang terkandung di dalam konsep ini memang penting
dan menunjang proses penyempurnaan kurikulum, karena pihak pengembang kurikulum
akan memperoleh informasi yang cukup terintegrasi sebagai dasar untuk
mengoreksi dan menyempurnakan kurikulum yang sedang dikembangkan. Di samping
itu, jarak antara pengumpulan data dan laporan hasil evaluasi cukup pendek
sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan pada waktunya.
Kelemahan
konsep ini terletak pada teknik pelaksanaannya. Pertama, kegiatan evaluasi
tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria yang jelas sebagai dasar bagi
pelaksanaan dan penyimpulan hasil evaluasi. Ini dapat mengakibatkan bahwa
sejumlah segi-segi yang penting kurang mendapat perhatian, karena evaluator
hanyut dalam mengamati segi-segi tertentu yang menarik perhatiannya. Kedua,
objektivitas dari evaluasi yang dilakukan perlu dipersoalkan. Persoalan
objektivitas evaluasi inilah yang justru dipandang sebagai salah satu kelemahan
yang penting dari konsep ini. Di samping konsep ini lebih menitikberatkan
penggunaan judgement dalam proses evaluasi, juga terdapat adanya kecenderungan
untuk menggunakan alat evaluasi yang ‘terbuka’ dalam arti kurang spesifik/
berstruktur. Di samping kedua kelemahan di atas, konsep ini juga tidak
menekankan pentingnya evaluasi terhadap bahan-bahan kurikulum selama
bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan. Dengan kata lain,
evaluasi yang diajukan oleh konsep ini lebih berorientasi pada proses dan hasil
yang dicapai oleh kurikulum yang bersangkutan.
4.
Educational System Evaluation
Ditinjau
dari segi hakikat dan ruang lingkup evaluasi, konsep ini memperlihatkan banyak
segi-segi yang positif untuk kepentingan proses pengembangan kurikulum.
Ditekankannya peranan kriteria (absolut maupun relatif) dalam proses evaluasi
sangat penting artinya dalam memberikan ciri-ciri khas bagi kegiatan evaluasi.
Tanpa kriteria kita tidak akan dapat menghasilkan suatu informasi yang
menunjukkan ada tidaknya kesenjangan (discrepancy),
sedangkan informasi semacam inilah yang diharapkan dari hasil evaluasi.
Sehubungan dengan ruang lingkup evaluasi, konsep ini mengemukakan perlunya
evaluasi itu dilakukan terhadap berbagaai dimensi program, tidak hanya hasil
yang dicapai, tapi juga input dan proses yang dilakukan tahap demi tahap. In
penting sekali agar penyempurnaan kurikulum dapat dilakukan pada setiap tahap
sehingga kelemahan yang masih terlihat pada suatu tahap tertentu tidak sampai
dibawa ke tahap berikutnya.
Suatu
bagian dari konsep ini yang kiranya dapat dipandang sebagai kelemahan adalah
mengenai pandangannya tentang evaluasi untuk menyimpulkan kebaikan program
secara menyeluruh. Ada dua persoalan yang perlu mendapatkan penegasan dari
konsep ini, yang pertama menyangkut segi teknis dan yang kedua menyangkut segi
strategis. Persoalan teknis berkenaan dengan prosedur yang ditempuh dalam
membandingkan hasil antara kurikulum yang baru dan kurikulum yang ada.
Pengalaman-pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa studi perbandingan semacam
ini pada umumnya berakhir dengan kesimpulan ‘tidak adanya perbedaan yang
berarti.’
Persoalan
strategis menyangkut persoalan ‘nasib’ dari kurikulum yang baru tersebut bila
hasil perbandingan yang dilakukan menunjukkan ‘perbedan yang tidak berarti.’
Bila hal itu terjadi, apakah kita aka ‘menarik kembali’ kurikulum yang baru
tersebut untuk kembali ke kurikulum yang ada ataukah mengembangkan kurikulum
baru yang lain lagi? Bagaimanakah hal ini dapat dipertanggungjawabkan dari segi
biaya yang telah dikeluarkan maupun dari segi siswa-siswa yang telah
menggunakan kurikulum baru tersebut selama bertahun-tahun? Kedua persoalan di
atas itulah yang terdapat dan belum dapat dibahas secara tuntas di dalam konsep
ini. Secara keseluruhan, konsep educational
system evaluation ini relevan dengan peranan evaluasi di dalam proses
pengembangan kurikulum dan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang terkandung
di dalam konsep-konsep yang terdahulu.
D. Model yang Disarankan
Ketepatan
suatu model tak dapat dilepaskan dari tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan
evaluasi yang kita adakan. Setiap model, termasuk model yang keempat (educational system evaluation) memiliki
kekuatan dan kelemahan ditinjau dari berbagai segi. Sehubungan dengan itu,
berkenaan dengan model mana yang akan disarankan, dikemukakan hal-hal sebagai
berikut.
1. Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang
kurikulum yang sedang dikembangkan, model educational
system evaluation, tampaknya merupakan model yang paling tepat. Kelemahan
masing-masing model yang lain dapat ditanggulangi oleh model yang keempat ini.
2. Terlepas dari kenyataan tersebut, untuk mencapai
tujuan evaluasi yang bersifat khusus, ketiga model yang lain pun masih dapat
memberikan sumbangan:
a. Untuk keperluan seleksi dan klasifikasi siswa
serta membandingkan efektifiyas kurikulum yang baru dengan kurikulum yang ada,
model measurement tepat untuk
digunakan.
b. Untuk mengkaji efektivitas pembelajaran yang telah
dilakukan dan untuk menetapkan tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan
pembelajaran, model congruence
tergolong ampuh untuk digunakan.
c. Akhirny a, bila kita ingin memperoleh gambaran yang
lebih mendalam tentang proses pelaksanaan kurikulum beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, model illumination
akan sangat membantu.
Sumber:
Susilana,
Rudi. (2006). Kurikulum &
Pembelajaran. Bandung: Kurtekpend
Tidak ada komentar:
Posting Komentar